BeritaHot IssueNasional

DPR: Ketidaksinkronan Data Covid-19 Imbas Komunikasi Tidak Baik antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, berpendapat ketidaksinkronan data pemerintah terkait covid-19 dinilai merupakan imbas dari komunikasi yang tidak baik antara pemerintah pusat dan daerah. Pasalnya, data dan kebijakan pemerintah seringkali berbeda yang disampaikan ke publik, bahkan terjadi antara pemerintah pusat dengan pemerintah DKI yang faktanya berdekatan secara geografis.

“Selain itu, aturan-aturan hukum yang menjadi aturan pelaksana penanganan covid-19 dinilai juga agak sedikit terlambat. Akibatnya, pelaksanaan penanganan menjadi terlambat dan tentu ini berimplikasi pada pendataan,” kata Saleh di Jakarta, Jumat (6/4).

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) ini mengingatkan, sejak semula, sudah banyak yang meragukan data-data yang disampaikan Indonesia. Ketika virus ini mulai merebak di Wuhan, beberapa negara sudah menyatakan tidak mempercayai bahwa di Indonesia tidak ada yang terinfeksi. Bahkan, penelitian akademis yang dilansir oleh Harvard sekalipun menyatakan bahwa di Indonesia sudah banyak yang terpapar.

“Awalnya, pendapat dan kesimpulan lembaga-lembaga itu disangkal oleh Indonesia. Namun seiring waktu, Indonesia akhirnya mengakui dan mengumumkan data-data penyebaran virus corona di Indonesia,” ujarnya.

Meski demikian, tetap saja masih banyak yang meragukan data yang disampaikan Pemerintah. Teranyar, salah seorang Menteri Australia menyatakan bahwa Indonesia melaporkan pasien covid-19 lebih sedikit dari kenyataan (under-reporting). Keraguan tersebut akhirnya mencapai puncaknya setelah BNPB memberikan pengakuan bahwa data pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron..

“Pengakuan ini benar-benar sangat mengkhawatirkan. Ini menandakan bahwa data yang dimiliki pemerintah tidak solid. Orang kemudian akan bertanya, bagaimana Indonesia akan menangani covid-19 dengan data yang tidak sempurna,” ujarnya.

Menurut dia, yang lebih membuat orang semakin ragu terhadap data yang ada adalah tidak adanya sanksi tegas bagi yang melanggar kebijakan pemerintah. Pemerintah telah menetapkan social distancing, physical distancing, dan PSBB.

“Aturan ini sebetulnya baik jika semua menaati. Tetapi faktanya, kebijakan itu masih banyak yang dilanggar, tidak heran jika banyak orang yang berkesimpulan bahwa mata rantai penyebaran virus corona sulit diputus,” katanya.

Anggota Komisi IX, Dapil Sumut II menuturkan, keraguan terhadap data yang disampaikan didukung pula pada fakta bahwa rapid test dan pengujian kesehatan bagi masyarakat sangat terbatas. Jumlah orang yang ditest sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.

Persebarannya juga tidak merata. Padahal, virus ini sudah ditemukan di hampir semua provinsi yang ada.

“Kita hanya bisa berharap agar pemerintah memperbaiki soal data ini, data inilah yang kita harapkan menjadi dasar untuk menyusun peta penyebarannya. Peta ini dibutuhkan untuk menentukan langkah mengantisipasi dan menangani covid-19 secara baik,” tutur Mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah.

Maka itu, kementerian kesehatan diminta memberikan semua data yang dibutuhkan ke gugus tugas dan BNPB. Saat ini semua harus dibuka kepada masyarakat.

“”Dengan begitu, masyarakat akan berpartisipasi dan bergotong-royong dalam menghadapi situasi sulit yang kita hadapi saat ini,” katanya.

 

 

Sumber: https://indonesiainside.id/

Related Posts