Profile

Otobiografi: Saleh Partaonan Daulay

Masa Kecil

Saleh Partaonan Daulay, yang kemudian lebih senang dipanggil Saleh Daulay, dilahirkan pada tanggal di Sibuhuan, Ibukota Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Ia berasal dari keluarga tidak mampu. Ayahnya meninggal dunia ketika usianya belum genap 2 tahun. Ia bersama ke-6 saudaranya dibesarkan oleh ibunya yang berprofesi sebagai petani. Beberapa petak sawah peninggalan ayahnya menjadi sumber penghidupan bagi keluarganya. Kegigihan ibunya dalam membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya memberikan semangat tersendiri bagi Saleh untuk terus meraih cita-cita. Ia menilai bahwa ibunya merupakan seorang pahlawan bagi diri dan saudara-saudaranya. Meski hidup serba kekurangan, namun ibunya tidak pernah menyerah untuk terus berjuang memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, terutama dalam urusan pendidikan.

Di masa kecilnya, Saleh menghabiskan waktu untuk belajar. Di pagi hari, ia belajar di Sekolah Dasar Negeri 142932 (SDN 2) Sibuhuan, sementara di sore hari ia belajar di sekolah Madrasah Ibtidaiyah yang tidak jauh dari rumahnya. Dan pada malam hari, ia juga harus belajar mengaji Al-Quran di rumah seorang guru mengaji di kampung halamannya. Berkat dorongan, bimbingan, dan arahan dari ibunya, pendidikan dasar tersebut dapat dilalui dengan baik.

Setelah menamatkan pendidikan dasar, Saleh kemudian melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Aek Hayuara Sibuhuan. Di sini, ia kembali harus belajar pagi dan sore hari. Di pagi hari ia mempelajari kurikulum resmi Depag, sementara di sore hari ia mempelajari materi pelajaran Islam klasik. Di sini, ia diperkenalkan dengan sejumlah kitab-kitab Arab klasik seperti Kawakib al-Durriyah (nahwu), Kailani (Sharf), Bidayat al-Mujtahid (Fiqh), Tafsir al-Jalalain (Tafsir) Maraqiy al-‘abudiyyah (Akhlak), Mantiq, dan beberapa kitab lainnya. Pada saat itu, ia belum mengerti betul arah dan tujuan buku-buku klasik tersebut. Namun oleh karena tuntutan dari gurunya, pelajaran tersebut harus dipelajari. Barulah kemudian, ketika ia belajar di jurusan Bahasa dan Sastra Arab dan juga program pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, pelajaran-pelajaran tersebut dinilai mendapatkan konteks dan relevansinya.

Setelah merampungkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah, Saleh kemudian memberanikan diri untuk “merantau” ke kota Medan. Kali ini, ia bertekad untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Aliyah Negeri I Medan. Oleh karena kemampuan ekonomi ibunya yang serba terbatas, ia terpaksa harus sekolah sekaligus bekerja. Banyak ragam pekerjaan yang dilakukannya sembari ia menyelesaikan pendidikannya. Di samping itu, ia juga aktif menjadi pengurus OSIS dan KKD (Kursus Kader Dakwah). Di sinilah ia pertama sekali mengenal dan belajar menjadi aktivis organisasi. Tanpa terasa tiga tahun berlalu dengan cepat. Berkat tekad yang kuat dan diiringi doa restu ibunya, ia pun berhasil menyelesaikan pendidikannya dari MAN I Medan pada tahun 1993.

Pendidikan Tinggi

Selepas pendidikan menengah atas, semangat untuk melanjutkan pendidikan terus menggebu. Ia diterima tanpa tes di IAIN Sumatera Utara. Pada saat yang sama, ia juga diterima Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Hampir satu semester ia bersekolah di kedua perguruan tinggi tersebut. Namun karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di USU. Alasan utama memilih USU adalah karena di sana peluang memperoleh beasiswa jauh lebih besar daripada di IAIN Sumut.

Di kampus inilah ia kemudian mulai menekuni aktivitas organisasinya. Selain aktif di organisasi intra-universiter seperti BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa), Saleh juga aktif di berbagai organisasi ekstra-universiter. Ia mengikuti bebeberapa perkaderan yang dilaksanakan oleh organisasi-organisasi ekstra kampus tersebut. Setelah itu, ia aktif menjadi pengurus di tingkat fakultas hingga tingkat cabang di kota Medan. Pada masa inilah, Saleh mengenal lebih jauh Muhammadiyah, ortom-nya, amal usahanya, dan berbagai macam aktivitas dakwahnya.

Setelah menamatkan pendidikan dari USU pada tahun 1997, ia melanjutkan kuliah Pascasarjana di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1998. Pada tahun yang sama ia juga diterima pada program pascasarjana Universitas Indonesia. Di UI, ia mengambil jurusan Filsafat. Dengan demikian, ia harus mengikuti kuliah magister di dua tempat pada waktu yang bersamaan.

Selama mengikuti perkuliahan, Saleh selalu beruntung karena mendapat beasiswa dari berbagai pihak. Ketika di USU, misalnya, dia menerima beasiswa dari Yayasan Supersemar selama 6 semester. Di UIN Syarif Hidayatullah, ia menerima beasiswa dari Depag RI. Dan ketika belajar di UI, ia mendapat beasiswa BPPS (beasiswa program pascasarjana) dari Diknas. Selain itu, ia juga pernah tercatat sebagai penerima Beasiswa dari Yayasan Sopo Godang Jakarta.

Pada tahun 2000, sesaat setelah menamatkan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ia diterima sebagai dosen di IAIN Raden Fatah Palembang. Selama menyelesaikan pendidikannya di Ciputat, ia juga menyempatkan diri untuk mengajar di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, ia juga mengajar di berbagai Universitas Swasta di kawasan Jakarta dan sekitarnya.

Pada tahun 2000, ia melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena sudah mulai tertarik dengan persoalan filsafat dan pemikiran, maka ia memilih jurusan Pemikiran Islam. Kali ini, ia berkonsentrasi untuk mendalami filsafat politik, khususnya mengkaji filsafat politik Islam dunia Melayu. Setelah menyelesaikan seluruh perkuliahan yang diwajibkan pada program itu, ia tercatat aktif di Muhammadiyah. Ia kembali ke Menteng Raya 62 pada tahun 2002 sebagai salah seorang anggota departemen Luar Negeri PP. Pemuda Muhammadiyah. Dua tahun kemudian, dia dipercaya untuk menjabat sebagai wakil sekretaris PP. Pemuda Muhammadiyah.

Pada saat pelaksanaan Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Samarinda pada tahun 2006 yang lalu, Saleh Daulay memberanikan diri untuk menjadi salah satu kandidat Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah. Meski pada saat pemilihan dia belum beruntung, namun dia tetap dipercaya oleh para muktamirin untuk menjadi salah seorang formatur. Rapat formatur mengamanahinya untuk menjadi Ketua Bidang Kader dan Pengembangan Sumber Daya Insani PP. Pemuda Muhammadiyah periode 2006-2010. Tugas tersebut belum rampung dilaksanakannya ketika dia harus berangkat melanjutkan pendidikannya ke Amerika Serikat.

Dalam rangka upaya regenerasi kepemimpinan di tubuh persyarikatan Muhammadiyah, PP. Muhammadiyah hasil muktamar Malang menunjuk Saleh Daulay sebagai Sekretaris Lembaga Hukum dan HAM PP. Muhammadiyah periode 2005-2010. Dengan demikian, Saleh tidak saja aktif di PP. Pemuda Muhammadiyah, tetapi ia juga aktif di PP. Muhammadiyah.

Tiket Saleh untuk berangkat ke Amerika Serikat diperoleh dari beasiswa Ford Foundation. Meski melalui seleksi yang sangat ketat dan melelahkan, akhirnya beasiswa itu kemudian mengantarkannya untuk menambah pengetahuan di negeri Paman Sam, tepatnya di Colorado State University. Di kampus ini, lagi-lagi ia memperdalam bidang ilmu filsafat yang beberapa tahun belakangan menjadi minat terpenting dalam karir akademiknya. Beberapa mata kuliah yang menjadi minatnya adalah filsafat politik, khususnya korelasi antara ketahanan SDA dengan pengambilan kebijakan politik.

Setelah menyelesaikan perkuliahan satu semester di universitas ini, Saleh kembali ke tanah air untuk mempertahankan disertasinya di UIN Syarif Hidayatullah sekaligus untuk menjemput anak dan isterinya. Meski telah meraih gelar Doktor, ia tetap berkeinginan untuk kembali melanjutkan pendidikannya di Colorado. Baginya, belajar di Amerika merupakan tantangan yang harus ditaklukkan. Di samping itu, kesempatan untuk menimba pengalaman dan pengetahuan di negara adidaya tersebut belum tentu akan muncul di kemudian hari.

Selama menempuh pendidikan di Colorado State University, Saleh tercatat pernah menerima dua penghargaan atas prestasi akademiknya. Pada tahun pertama, ia terpilih sebagai penerima The International Presidential Fellows Program. Penghargaan ini membuka peluang baginya untuk bertemu dan berdiskusi dengan para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Selain itu, penghargaan ini juga membuka peluang untuk mengikuti beberapa event international baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Pada tahun kedua, Saleh terpilih sebagai penerima penghargaan Phi Kappa Phi, sebuah organisasi honor society tertua di Amerika Serikat yang memilih penerimanya minimal peringkat ke-7 tertinggi di Fakultasnya. Kedua penghargaan ini membuka peluang baginya untuk melanjutkan pendidikan pada program S3 di beberapa universitas di AS, terutama di kampus yang sama. Namun, oleh karena permintaan ibunya (yang saat ini sudah hampir berumur 70 tahun), peluang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S3 dengan terpaksa harus ditundanya (atau mungkin harus ditepis). Saleh berpendirian bahwa kecintaan kepada ibu haruslah diutamakan daripada “nafsu” untuk tetap terus menuntut ilmu.

Setelah kembali ke tanah air, Saleh kembali ke rutinitas seperti biasanya. Ia kembali mengajar di kampus dan beraktivitas di Muhammadiyah. Ketika itu, muktamar Pemuda Muhammadiyah ke-14  sedang dipersiapkan. Beberapa pengurus Pimpinan Pemuda Muhammadiyah dari berbagai wilayah meminta dan mengusulkan Saleh untuk ikut berfastabiqul khairat. Setelah mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya ia memberanikan diri untuk ikut dalam perhelatan pesta demokrasi tertinggi di Pemuda Muhammadiyah tersebut.

Muktamar ke-14 Pemuda Muhammadiyah yang berlangsung 17-21 Mei 2010 ternyata tidak bisa menuntaskan seluruh agenda muktamar. Perdebatan soal sistem dan mekanisme pemilihan ketua umum dan formatur menyebabkan muktamar tersebut ditunda. Untuk menuntaskan agenda tersebut, pada tanggal 30-31 Oktober 2010 dilaksanakan muktamar luar biasa dengan agenda tunggal yaitu pemilihan ketua umum dan formatur. Pada saat itu, Saleh berhasil mengungguli kandidat lain dengan mengumpulkan suara 279 suara peserta muktamar. Sementara kader-kader lain yaitu Gunawan Hidayat memperoleh 73 suara, Ahmad Rofiq 48 suara, Piet Hizbullah Khaidir dengan 31 suara, dan Panca Nurwahidin 1 suara. Dengan hasil itu, Saleh ditetapkan menjadi Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah Periode 2010-2014. Saleh menyadari perlu menjalin kerjasama dengan semua pihak agar amanah tersebut dapat diemban dan dituntaskan hingga akhir periode.

Aktivitas di Luar Muhammadiyah

Selain mengajar di beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta, Saleh juga pernah aktif bergaul di lingkungan lembaga swadaya masyarakat. Selama kurang lebih dua tahun, ia pernah terlibat dalam diskusi-diskusi dan kajian-kajian serius menyangkut tema-tema Islam progresif dengan beberapa LSM. Kajian-kajian kritis itu ternyata menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Kajian tersebut dianggap merusak dan mencederai Hukum Islam yang selama ini dinilai telah mapan. Oleh karena tidak mau terjebak dalam polemik itu, akhirnya Saleh memilih untuk tidak meneruskan keikutsertaannya dalam diskusi-diskusi tersebut.

Beranjak dari situ, Saleh kemudian diminta untuk membantu Maarif Institute for Culture and Humanity, lembaga yang didirikan oleh Buya Ahmad Syafii Maarif. Di lembaga ini, Saleh dipercaya menjadi direktur program. Selama hampir satu tahun, tugas yang dikerjakan terfokus pada upaya penerbitan tiga buku penting sebagai kado ulang tahun ke-70 bagi Buya Syafii. Kerja keras tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan terbitnya tiga buah buku yang berjudul “Cermin untuk Semua: Refleksi 70 tahun Ahmad Syafii Maarif”, “Muhammadiyah dan Politik Islam Inklusif”, dan “Menggugah Nurani Bangsa.” Dengan penuh suka cita, buku tersebut dipersembahkan kepada buya pada saat peringatan ulang tahunnya yang ke-70.

Setelah sukses menyelesaikan tugas tersebut, Saleh kemudian dipercaya untuk menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Madinatul Ilmi di Depok. Setelah mendapat restu dari Buya, akhirnya Saleh resmi menerima amanah tersebut. Selama memimpin sekolah tersebut, ia berupaya untuk melibatkan beberapa aktivis dan alumni AMM untuk menjadi tenaga pengajar dan staf administrasi. Tercatat beberapa nama yang pernah mengajar di sana antara lain Noer Chozin Agham, Manager Nasution, Amirsyah Tambunan, dan Ahmad Fuad Fanani. Kepemimpinannya di sekolah itu harus selesai di tengah jalan karena ia harus berangkat ke AS untuk melanjutkan studi.

Di luar Muhammadiyah, Saleh Daulay juga aktif menjadi pengurus beberapa organisasi lain. Di Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, ia tercatat sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pakar masa bakti 2010-2015. Sementara, di Majelis Ulama Indonesia Pusat, ia adalah Ketua Komisi Luar Negeri masa bakti 2010-1015. Sedangkan di Majelis Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Indonesia (MPP ADI), Saleh dipercaya sebagai Wakil Ketua Bidang Luar Negeri sekaligus juru bicara ADI.

Selain mengajar dan berorganisasi, ia juga menyempatkan diri untuk menulis buku dan karya ilmiah. Sejauh ini, ia telah menulis sebuah buku yang berjudul “Kloning dalam Perspektif Islam” (Teraju, 2005). Dalam waktu dekat, ia juga telah menyiapkan dua buah buku lain yang diberi judul “Di Bawah Naungan Sunnah Rasul: Kajian Tematik Terhadap Hadis-hadis Kutub al-Tis’ah” dan “Pengantar Filsafat Politik.” Tulisan-tulisannya pun telah dimuat di berbagai jurnal ilmiah antara lain Jurnal Jauhar (pascasarjana UIN Jakarta), Analytica Islamica (pascasarjana IAIN Medan), Nurani (Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah), Tamaddun (Fakultas Adab IAIN Raden Fatah), Conciencia (pascasarjana IAIN Raden Fatah), Miqat (IAIN Sumut), Mimbar Hukum (Depag RI), Skolastik (DPP IMM). Selain itu, tulisan-tulisannya pun pernah muncul di beberapa surat kabar lokal dan nasional seperti Republika, Suara Pembaruan, dan Riau Pos.

Kegiatan penting lain yang pernah diikutinya adalah kunjungan resmi ke dua negara yaitu Australia dan Norwegia. Pada tahun 2006, ia memperoleh penghargaan dari Dustan Fellows Neighbors Program untuk memantau pertemuan G-20 di Australia sekaligus melakukan kunjungan ke tiga kota penting yaitu Sydney, Meulborne, dan Canberra. Dalam kegiatan ini, Saleh diperkenalkan dengan beberapa tokoh LSM internasional yang memperjuangkan keadilan pada tingkat global. Sementara itu, pada tahun 2007 (satu bulan sebelum berangkat ke AS), ia juga mendapat kehormatan untuk menjadi salah seorang delegasi Indonesia pada dialog HAM dengan negara Norwegia.  Pada kegiatan ini, ia diberikan tanggung jawab untuk menjawab berbagai pertanyaan yang terkait dengan HAM dalam hubungannya dengan Islam di Indonesia. Sekembali dari AS, ia dipercaya dua kali lagi mengikuti kegiatan yang sama, pertama diselenggarakan di Norwegia dan yang kedua di Jakarta. Pengalaman ini tentu sangat berharga terutama dalam melihat perspektif negara Barat terhadap pelaksanaan HAM di Indonesia.

Selain kunjungan ke kedua negara itu, Saleh juga sudah kerap diundang untuk berkunjung ke negara-negara lain. Tercatat, ia pernah diundang ke Turki untuk menghadiri seminar internasional bertajuk Pembebasan Palestina. Ia juga pernah diundang oleh Raja Saudi untuk melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan rombongan dari Indonesia dan dari negara-negara lain. Terakhir sekali, Saleh diundang oleh Raja Muhammad VI (Raja Maroko) untuk menghadiri suatu program yang disebut Durus al-Hasaniyyah, sebuah parhelatan tahunan yang dilaksanakan setiap bulan suci Ramadan dengan melibatkan ratusan ulama dari berbagai negara. Selain ke negara-negara itu, ia juga pernah berkunjung ke Malaysia, Thailand, Iran, India, Swiss, dan Yaman.

Ke DPR RI

Pada pemilu 2014, Saleh mendapat tawaran untuk menjadi salah seorang calon anggota legislatif dari Partai Amanat Nasional dari Daerah Pemilihan Sumut II. Walau mengerti dan paham tentang persoalan politik di Indonesia, namun sebetulnya Saleh tidak pernah bercita-cita untuk memasuki dunia politik. Apalagi, kecintaannya terhadap dunia akademisi dinilai cukup baik terbukti dengan profesinya sebagai dosen pada FISIP UIN Syahid Jakarta. Namun karena menyadari betapa peliknya persoalan politik, keumatan, dan kebangsaan yang dihadapi, Saleh memberanikan diri untuk menerima tawaran tersebut. Taruhannya, ia harus rela melepaskan statusnya sebagai PNS di lingkungan kementerian Agama RI.

Alhamdulillah, setelah melalui proses yang cukup panjang dan kampanye yang sangat melelahkan, Saleh akhirnya mendapat kepercayaan rakyat untuk mewakili mereka di lembaga legislatif. Ia berhasil meraup suara sebanyak 64.869 suara. Hasil tersebut menempatkan Saleh dan PAN sebagai peraih suara terbanyak kelima dari 10 kursi yang tersedia. Sejarah mencatat bahwa sejak didirikan, perolehan suara sebanyak ini adalah prestasi tertinggi yang diraih PAN di daerah pemilihan Sumut II.

Saleh berharap ia dapat menjadi wakil rakyat yang baik dan dapat menyuarakan aspirasi masyarakat dari daerah pemilihan Sumut II. Ia menyadari betul bahwa banyak tantangan dan godaan yang menanti. Sebagai manusia biasa, Saleh hanya dapat berdoa agar Allah SWT dapat menuntunnya hingga dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diharapkan banyak orang.

Kehidupan Rumah Tangga

Saleh menikah pada tahun 2002 dengan Wirdah Rahmi, M.Si, seorang aktivitis ranting NA dan putri seorang ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah desa Sihepeng, Kabupaten Mandailing Natal. Ia berkenalan dengan isterinya ketika ia mengelola beasiswa Yayasan Sopo Godang Jakarta. Saat itu, beberapa orang mahasiswa IPB penerima beasiswa tersebut berlomba-lomba untuk memperkenalkan anak gadis tersebut kepadanya. Berkat dorongan para mahasiswa itulah, akhirnya ia memberanikan diri untuk datang bersilaturrahmi ke IPB. Ketika itu, sang gadis tercatat sebagai mahasiswa program pascasarjana Ilmu Ternak IPB. Dengan modal keberanian, akhirnya gadis itu berhasil “ditaklukkannya” setelah melalui pendekatan yang berlangsung selama hampir 8 bulan. Bertempat di kediaman abangnya yang berada di kawasan Bogor, ia kemudian memberanikan diri untuk meminang sang gadis pujaan. Dan beberapa bulan kemudian, mereka resmi menikah sebagai suami-isteri.

Dari hasil pernikahannya, saat ini mereka dikarunia 3 orang anak. Anak pertama adalah seorang anak perempuan yang diberi nama Kaysa Arivia Daulay (lahir tahun 2004), anak kedua adalah seorang anak laki-laki yang diberi nama Reis Ali Ehsan Daulay (lahir tahun 2009), dan anak ketiga juga adalah seorang anak laki-laki yang diberi nama Risyad Ahmed Zein Daulay (lahir tahun 2013). Kehadiran ketiga orang anak tersebut sungguh sangat berarti dalam mengisi hiruk-pikuk rumah tangga mereka. Meski sering diterpa berbagai problematika keluarga, sebagaimana juga dialami oleh keluarga-keluarga lainnya, namun sampai hari ini keluarga mereka tetap harmonis dan belum pernah sedikitpun “bergoyang.” Sang isteri yang juga bekerja sebagai PNS di Ditjen PAS Kemenkumham RI sangat mengerti berbagai aktivitas suaminya di luar rumah. Pengertian dan pemahaman isterinya itulah yang menyebabkan banyak waktu luang yang dapat dipergunakannya untuk beraktivitas di dalam dan di luar Muhammadiyah. Namun demikian, pada waktu-waktu senggang, Saleh tidak pernah melewatkan moment untuk bercengkerama dan bermain dengan ketiga orang buah hatinya. Bagi Saleh, pengertian dan pemahaman isterinya terhadap aktivitasnya di luar rumah haruslah dijadikan sebagai amanah yang tetap harus dijaga agar dapat membawa berkah bagi keluarganya. 

Saleh merasa bahwa apa yang diraihnya sampai hari ini sudah jauh melewati dari harapan dan cita-citanya ketika masih kecil. Karena berasal dari keluarga kurang mampu, tentu cita-cita seorang Saleh ketika itu juga sangatlah pendek dan sederhana. Jangankan untuk berangkat dan bersekolah di luar negeri, pergi “merantau” dan bersekolah ke kota Medan saja sudah dianggap berhasil. Oleh karena itu, semua prestasi yang diperolehnya sejauh ini, haruslah disyukuri karena nikmat Allah yang didapatkannya sudah melebihi batas doa-doa yang dipanjatkannya selama ini. Ya Allah, jadikanlah hamba-Mu ini termasuk kelompok orang-orang yang bersyukur dan berserah diri. Janganlah Engkau murka manakala hamba-Mu ini pernah lalai untuk bersyukur kepada-Mu. Amin.
=***=

Ditulis dan dinarasikan oleh Saleh Daulay.
 

Related Posts