Berita

Elite Partai Mesti Turun ke Rakyat

Selasa, 12 Maret 2013

JAKARTA – Partai harus membuat program nyata untuk mendekatkan diri dengan rakyat. Program riil yang sungguh dirasakan masyarakat bawah itu bukan hanya kewajiban personal dari elite partai, namun juga lembaga partai. Elite partai mesti turun bertemu dan berkomunikasi dengan rakyat.

"Itu bisa diwujudkan dengan program partai yang menyentuh kebutuhan rakyat. Jadi partai jangan malas bekerja membangun komunikasi dengan rakyat dan baru menjelang pemilu mereka giat lagi turun ke rakyat," kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Tarumanegara, Eko Harry Susanto, menjawab Koran Jakarta, kemarin.

Hal tersebut, tambah dia, masih ditambah dengan apa yang ditangkap publik bahwa mereka yang aktif di partai tujuannya bukan untuk menciptakan iklim politik yang baik atau berbakti bagi konstituen, tapi mereka aktif di parpol untuk tujuan pragmatis. Publik menilai para politisi hanya ingin menikmati keistimewaan-keistimewaan politik yang diperoleh setelah mendapat kuasa, misal menjadi wakil rakyat atau kepala daerah atau menjadi menteri.

"Jadi, kadang-kadang, yang mau melakukan komunikasi politik dengan rakyat secara teratur adalah mereka yang menikmati berkah politik. Ini pun eskalasinya meningkat saat mau pemilu saja. Tapi, aktivis parpol yang merasa belum memperoleh apa-apa cenderung kerjanya saat pencalegan saja," kata Eko.

Menurut dia, partai dan elitenya, khususnya yang menjadi wakil rakyat, kualitas komunikasi dengan rakyat dan konstituennya masih buruk. Itu pula yang membuat kepercayaan publik melorot. Salah satu penyebabnya karena partai dalam proses seleksi caleg pragmatis dan transaksional. Maka, tak heran, banyak caleg yang instan, bukan caleg yang mengakar di tingkat akar rumput. "Jadi wajar memang bila caleg-caleg yang direkrut instan itu tidak dekat dengan rakyat," kata Eko, yang juga Dekan Fakultas Komunikasi Universitas Tarumanegara itu.

Sering Tergusur

Mestinya, kata Eko, mereka yang merintis dari bawah yang diutamakan karena mereka tentu lebih mudah untuk mela ku kan komunikasi politik dengan rakyat. Tapi justru yang ke rap terjadi, kader inti sering tergusur oleh kader instan yang membawa 'gizi' ke partai maupun orang terkenal yang lebih memiliki popularitas.

"Faktor lainnya adalah partai selalu disibukkan oleh persaingan antarfaksi di internal sehingga mereka abai merumuskan grand strategy untuk membangun komunikasi politik dengan rakyat," katanya. Sementara itu, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Saleh Daulay, mengatakan Pemilu 2014 harus dijadikan momentum oleh partai untuk mengembalikan kepercayaan publik yang kian merosot.

Harus diakui bahwa performance partai-partai pada periode sekarang ini masih jauh dari ekspektasi masyarakat. Selain tidak menghasilkan produk-produk legislasi yang menguntungkan masyarakat, mereka lebih cenderung "bertikai" antara satu dan yang lain. Saleh memberikan saran jika ingin mengembalikan kepercayaan rakyat, partai setidaknya dapat melakukan dua hal.

Pertama, partai harus konsisten pada fungsinya sebagai penyambung aspirasi politik rakyat. Para politisi dari berbagai parpol harus memiliki kesamaan dalam hal ini. Karena itu, perbedaan kepentingan politik jangan sampai menyebabkan kepentingan masyarakat terkesampingkan. "Kedua, partai politik harus membenahi diri dalam menyusun format pencantuman caleg mereka pada pemilu yang lalu," katanya. ags/P-3

Sumber: koran-jakarta.com

Related Posts