Berita

Muhammadiyah Dukung Denny JA Soal Sidang Isbat

Sabtu, 10 Agustus 2013 ,10:35 WIB

Jakarta – Pemuda Muhammadiyah mendukung sikap Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, yang mempertanyakan mengapa pemerintah selalu melaksanakan sidang Isbat menjelang penetapan awal Ramadan dan awal 1 Syawal atau Idul Fitri.

Denny menilai, masyarakat Indonesia seolah-olah dibodohkan dengan ini. Karena, sebenarnya penetapan awal Ramadan dan Syawal, bisa menggunakan teknologi.

"Pernyataan Denny JA yang mengatakan bahwa sidang isbat mempertontonkan kebodohan muslim Indonesia di mata dunia perlu diperhatikan dan dijadikan renungan. Sebagai pengamat sosial politik, pernyataan itu pasti didorong oleh pandangan objektif. Tidak mungkin pandangan itu disampaikan atas dasar pesanan ormas atau kelompok-kelompok tertentu," jelas Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay, Jakarta, Sabtu (10/8/2013).

Saleh beranggapan, Denny JA tidak memiliki kepentingan apa pun menyangkut sidang itsbat. Bisa saja, pernyataan itu beranjak dari kegelisahannya selama ini. Selain itu, pandangan Denny itu juga bisa jadi beranjak dari rasa nasionalisme. Kemungkinan besar, Denny merasa kasihan dan iba melihat cara umat Islam menetapkan puasa dan lebaran.

"Sebagai orang Indonesia, Denny merasa terpanggil untuk angkat bicara walaupun bidang kajiannya selama ini bukan agama dan astronomi," katanya.

Lagi pula, penetapan awal puasa dan Idul Fitri bukanlah sesuatu yang harus ditetapkan secara demokratis dalam sidang itsbat. Walaupun dihadiri dan disepakati oleh seluruh ormas, bukan berarti keputusan itu harus diikuti oleh seluruh warga negara.

"Tidak ada juga undang-undang atau aturan yang mengharuskan warga negara mengikuti hasil sidang itsbat itu. Kalaupun undang-undang dan aturannya dibuat, dipastikan akan kontraproduktif karena tidak semua warga negara bisa mengikutinya," jelas pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Saleh mengatakan, penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri adalah bagian dari keyakinan. Negara tidak bisa mencampuri keyakinan warga negara. Menurut dia, walaupun ada pernyataan bahwa sidang itsbat tidak memiliki muatan politik apa pun, tetapi tetap saja sinyalemen ke arah itu ada.

"Pasalnya, satu-satunya negara di dunia yang menetapkan 1 Ramadan dan 1 Syawal melalui sidang itsbat hanya Indonesia. Kalau bukan bermotif politik, lalu apa yang melatarbelakanginya?," jelasnya.

"Katanya untuk kebersamaan. Kalau untuk kebersamaan, lalu mengapa pendapat sebagian diterima sebagian lain ditolak? Jangan-jangan, sidang itsbat itu sendirilah sumber ketidakbersamaan itu," lanjut dia.

Kalau semua orang dibiarkan melaksanakan agama sesuai keyakinannya, dipastikan kebersamaan tetap terjalin. "Buktinya, umat Islam dan umat beragama lain bisa rukun walaupun ada perbedaan teologis yang mustahil disatukan," tandasnya.

Sebelumnya, Denny menilai pemerintah harusnya sudah menetapkan awal Ramadan dan Syawal jauh hari sebelumnya. Bukan sehari jelang Ramadan dan Syawal.

"Masyarakat membutuhkan kepastian (mengenai Idul Fitri) lebih awal. Pemerintah sudah membuat tanggal merah hari Lebaran dalam kalender yang kita terima sejak 1 januari. Seharusnya pemerintah konsisten. Lagi pula menentukan Lebaran di H-1 setelah Magrib hanya mempertontonkan keterbelakangan umat Islam di era science," ujarnya, Jumat, (9/8/2013).

Era sekarang sudah perkembangan teknologi, dimana manusia bisa menjelajahi bulan. Itu yang harus diperhatikan Menag agar tidak menghambur-hamburkan uang saat sidang isbat.

"Bukan hanya uang itu dikeluarkan sia-sia, tapi (Sidang Isbat) juga mempertontonkan kebodohan umat Islam Indonesia di dunia internasional yang sudah bisa memprediksi waktu melalui science dan teknologi sejak jauh hari," kata Denny

sumber : inilah

Related Posts