BeritaHot IssueNasional

Daripada Pelatihan, Lebih Baik Anggaran Pra Kerja Buat Bansos

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay menilai peluncuran program Kartu Pra Kerja di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) kurang tepat. Pasalnya program tersebut akan memberikan pelatihan untuk skilling, upskillin, dan reskilling.

Dia menjelaskan skilling adalah program pelatihan yang ditujukan untuk angkatan kerja baru yang ingin mendapatkan keahlian. Upskilling adalah program pelatihan yang ditujukan bagi pekerja yang membutuhkan peningkatan keterampilan. Sementara reskilling yaitu pelatihan dengan memberikan keterampilan baru bagi pekerja yang di-PHK (pemutusan hubungan kerja) sebagai dampak dari perkembangan teknologi.

“Saya melihat bahwa Kartu Pra Kerja ini menyisakan beberapa masalah. Baik skilling, upskilling, maupun reskilling semuanya akan lebih ideal bila dikerjakan dalam bentuk tatap muka. Apalagi dalam pelatihan itu nanti ada praktikum yang harus diikuti, dan dikerjakan secara langsung,” ujar Saleh kepada detikcom, Jakarta, Kamis (16/4/2020).

Pemerintah memutuskan selama pandemi virus Corona, para peserta Kartu Pra Kerja akan mendapatkan pelatihan secara online. Target pemerintah mampu menyerap 5,6 juta peserta dan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 20 triliun.

Menurut dia, sebaiknya pemerintah mengubah sementara fungsi program Kartu Pra Kerja sebagai program bantuan sosial (bansos) saja. Perhitungan dia, dari anggaran Rp 20 triliun maka pemerintah bisa menyasar kurang lebih 13,3 juta keluarga miskin dengan manfaat yang diberikan sekitar Rp 1,5 juta.

“Nanti jika virus corona telah berlalu, program Kartu Pra Kerja ini bisa dilaksanakan lagi. Demi kebaikan masyarakat, tentu tidak ada salahnya opsi ini dipertimbangkan,” jelasnya.

Selain itu, Saleh juga menilai proses rekrutmen peserta Kartu Pra Kerja tidak objektif lantaran para peserta akan diundi secara acak oleh komputer, dan yang menang maka akan mengikuti program pelatihan ini. Menurut dia, jika sistem undi seperti ini maka hasil seleksi pun tidak merata ke seluruh daerah.

“Selain itu, alat komunikasi untuk mendaftar program ini pasti lebih baik di daerah perkotaan dibandingkan di pedesaan. Saya khawatir, mereka yang tinggal di daerah peluang lolosnya lebih sedikit,” katanya.

“Saya menyarankan agar pemerintah menetapkan kelulusan lebih objektif. Setidaknya, ada seleksi yang melihat minat dan bakat calon peserta. Termasuk persebaran pesertanya di daerah. Dengan begitu, manfaatnya akan lebih terasa,” tambahnya.

 

Sumber: http://detik.id/

Related Posts