Berita

Kenapa Kartu “Sakti” Digadai Warga?

Jakarta – Pemerintah harus merevisi data penerima bantuan PSKS melalui KPS karena data yang digunakan masih mengacu pada data PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2011. Hal ini telah melanggar ketentuan yang tercantum pada Undang-undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin yang di dalamnya disebutkan bahwa verifikasi dan validasi data fakir miskin dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali.*

Poin di atas adalah salah satu statemen yang disampaikan oleh Ketua Komisi VIII DPR-RI, Saleh Partaonan Daulay, di saat menjadi narasumber di acara Apa Kabar Indonesia Pagi di TV-One, Minggu (7/12/2014) yang menyoroti tentang kasus "Kartu Sakti Digadai". Kartu "sakti" yang dimaksud yaitu KPS (Kartu Perlindungan Sosial).

Topik ini diangkat dari kasus yang terjadi di beberapa desa di Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, di mana sekitar 200 warga yang terdaftar sebagai penerima bantuan PSKS (Program Simpanan Keluarga Sejahtera) khawatir tidak dapat menerima bantuan tersebut karena kartu KPS sebagai salah satu syaratnya sudah terlebih dahulu digadaikan pada rentenir.

Kasus itu terjadi, menurut Camat Babat yang juga dihadirkan di acara TV-One, karena 2 faktor: warga menggadaikan karena kebutuhan mendesak seperti untuk berobat dan kebutuhan sehari-hari serta karena merasa kartu KPS sudah tidak berlaku lagi sehingga dipinjam oleh tetangga atau saudaranya yang kemudian digadaikan.

Hal itu pun, seperti diakui oleh Camat Babat, karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah terkait bantuan PSKS. Pada tahun 2013, bantuan tunai melalui kartu KPS hanya terjadi selama 2 bulan (bulan Juli dan Agustus). Selanjutnya hingga bulan November 2014 tidak ada. Tetapi kemudian, pada bulan Desember 2014 bantuan melalui kartu KPS ada lagi. Sementara KPS sudah banyak digadaikan oleh warga. Ini memerlukan sosialisasi yang lebih baik. Camat Babat berharap bantuan kepada warga bukan hanya diberikan pada saat kenaikan BBM tetapi sebaiknya tiap bulan.

Saleh Daulay menyesalkan munculnya kejadian itu. Hal tersebut, menurutnya, karena dipicu oleh kekeringan yang terjadi di Lamongan dan meningkatnya harga kebutuhan pokok.

"Warga Lamongan adalah masyarakat yang gigih dalam berusaha, saya tahu betul itu. Semalam saya kontak teman-teman di Lamongan, kemungkinan hal itu terjadi karena di Lamongan terjadi kekeringan. Selain itu, dipicu juga oleh meningkatnya harga kebutuhan pokok menjelang kenaikan BBM. Harga BBM belum naik tetapi harga kebutuhan pokok sudah naik. Jadi, adanya kekeringan di satu sisi dan naiknya harga kebutuhan pokok memicu warga mencari dana cepat untuk menghidupi keluarga. Kartu KPS yang kebetulan ada penerima gadai dari kartu itu, lalu digadaikan", jelas Saleh Daulay.

Saleh Daulay menambahkan, seperti diungkapkan oleh Camat Babat yang tidak mengetahui mengenai kapan lagi pencairan bantuan melalui KPS, hal ini menunjukkan program tersebut dilaksanakan secara terburu-buru dan kurang sosialisasi sehingga memunculkan banyak masalah.

"Itulah perlunya pemerintah berdiskusi dengan DPR. Kalau camatnya sudah tidak tahu, repot juga nanti. Pasti akan terulang di kemudian hari masalah serupa. Hak interpelasi DPR salah satunya untuk itu, yaitu bagaimana agar program pemerintah ini berjalan lancar. Komisi VIII hari ini dan 3 hari ke depan akan melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah yang salah satunya untuk meninjau mengenai bagaimana penyaluran PSKS ini di masyarakat", lanjut Saleh.**[hs]

—-

* Dalam UU No. 13 tahun 2011 Pasal 8 ayat 5 disebutkan "Verifikasi dan validasi dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali".

Related Posts