Berita

Komisi VIII Minta Pengesahan APBNP 2015 Tidak Disetujui

Komisi VIII DPR menyampaikan nota protes dan keberatan kepada pemerintah dalam sidang paripurna DPR RI terkait pengesahan RAPBN P 2015. Nota keberatan tersebut terkait dengan pengurangan alokasi anggaran tambahan pada Kementerian Sosial (Kemensos).

Kemensos sebelumnya melaporkan bahwa terdapat penambahan anggaran sebesar Rp20 triliun untuk program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Penambahan tersebut didasarkan atas surat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang disampaikan kepada Kemensos.

"Namun, setelah rapat badan anggaran bersama pemerintah, diketahui terdapat pengurangan sebesar Rp10,7 triliun dari alokasi anggaran tambahan yang sebelumnya dilaporkan kepada banggar dan komisi VIII," ujar Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, dalam siaran persnya kepada Metrotvnews.com, Jumat (13/2/2015).

Menurut dia, usai dilakukan klarifikasi kepada Banggar DPR RI, sampai rapat ditutup tidak ada pengurangan terhadap anggaran program KKS tersebut. Pihaknya pun lantas mengajukan protes dan keberatan kepada pemerintah.

"Kalau ada pengurangan atau penambahan, semestinya diketahui oleh komisi dan kementerian terkait dan juga banggar. Tidak boleh ada perubahan tanpa sepengetahuan DPR. Negara ini ditata dengan sejumlah aturan perundang-undangan," tegas dia.

Oleh karena itu, Komisi VIII merasa penting menyampaikan nota keberatan tersebut karena terkait hak-hak fakir miskin, orang-orang terlantar, dan kurang beruntung. Padahal, konstitusi menyebut bahwa negara harus melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Hal itu sejalan  dengan amanat pasal 34 UUD 1945 yang secara eksplisit menyatakan bahwa fakir miskin dan orang terlantar dipelihara oleh negara.

"Yang perlu dijelaskan oleh pemerintah adalah kemana anggaran fakir miskin tersebut dialokasikan? Mengapa yang sebelumnya diprogramkan, tiba-tiba dalam sekejap bisa dikurangi?" tambahnya.

Dirinya pun menilai kejadian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada koordinasi  yang baik antara kementerian dan lembaga di pemerintahan. Begitu juga, komunikasi dengan lembaga legislatif belum berjalan maksimal.

"Pemerintah menginginkan RAPBN P segera disahkan. Tetapi kalau dengan cara seperti ini, justru bisa memperlambat. Apalagi dari rapat paripurna diketahui bahwa kasus yang sama juga terjadi di komisi-komisi yang lain," pungkas Ketua DPP PAN Dapil Sumatera Utara II itu.**

Sumber: metrotvnews.com dan rmol.co

Related Posts