BeritaHot IssueNasional

Pengakuan BNPB soal Data Pasien Covid-19 Sangat Mengkhawatirkan

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan, pengakuan pejabat BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) terkait data pasien Covid-19 yang dibuka ke publik tidak sesuai kenyataan, benar-benar mengkhawatirkan.

Hal ini disampaikan Saleh, merespons pengakuan Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo terkait adanya dua data berbeda, yakni antara yang dihimpun internal BNPB dengan data Kementerian Kesehatan yang disampaikan juru bicara pemerintah Achmad Yurianto, di kanal YouTube Energy Academy Indonesia.

“Pengakuan ini benar-benar sangat mengkhawatirkan. Ini menandakan bahwa data yang dimiliki pemerintah tidak solid. Orang kemudian akan bertanya, bagaimana Indonesia akan menangani covid-19 dengan data yang tidak sempurna,” kata Saleh menjawab jpnn.com, Senin (6/4).

Dari sejak semula, kata politikus PAN itu, sudah banyak yang meragukan data yang disampaikan otoritas Indonesia. Ketika virus ini mulai merebak di Wuhan, beberapa negara sudah menyatakan tidak mempercayai bahwa di Indonesia tidak ada yang terinfeksi.

Bahkan, penelitian akademis yang dilansir oleh Harvard sekalipun menyatakan bahwa di Indonesia sudah banyak yang terpapar.

“Awalnya, pendapat dan kesimpulan lembaga-lembaga itu disangkal oleh Indonesia. Namun seiring waktu, Indonesia akhirnya mengakui dan mengumumkan data-data penyebaran virus corona di Indonesia,” lanjut wakil ketua Fraksi PAN DPR ini.

Meski demikian, tetap saja masih banyak yang meragukan data yang disampaikan Pemerintah, yang paling mutakhir, salah seorang Menteri Australia menyatakan bahwa Indonesia melaporkan pasien covid-19 lebih sedikit dari kenyataan (under-reporting).

Nah, keraguan tersebut akhirnya mencapai puncaknya setelah humas BNPB memberikan pengakuan bahwa data pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron. Ketidaksinkronan itu menurutnya imbas dari komunikasi yang tidak baik antara pemerintah pusat dan daerah.

Apalagi, kata legislator asal Sumatera Utara ini, sering sekali terbaca di media terkait adanya data dan kebijakan yang berbeda yang disampaikan pemerintah ke publik. Itu bahkan terjadi antara pemerintah pusat dengan pemerintah DKI yang faktanya berdekatan secara geografis.

Selain itu, aturan-aturan hukum yang menjadi aturan pelaksana penanganan covid-19 dinilai juga agak sedikit terlambat. Akibatnya, pelaksanaan penanganannya menjadi terganggu. Hal tersebut tentu berimplikasi pada pendataan.

“Yang tentu membuat orang semakin ragu terhadap data yang ada adalah tidak adanya sanksi tegas bagi yang melanggar kebijakan pemerintah,” tukas politikus yang baru-baru ini ditunjuk menjadi juru bicara Fraksi PAN DPR ini.

Saleh menjelasakan, pemerintah telah menetapkan social distancing, physical distancing, dan PSBB. Aturan ini sebetulnya baik jika semua menaati. Tetapi faktanya, kebijakan itu masih banyak yang dilanggar.

Maka, tidak heran jika banyak orang yang berkesimpulan bahwa mata rantai penyebaran virus corona sulit diputus. Hal ini sekali lagi tentu berimplikasi pada keabsahan data yang dimiliki pemerintah.

Keraguan terhadap data yang disampaikan didukung pula pada fakta bahwa rapid test dan pengujian kesehatan bagi masyarakat sangat terbatas. Jumlah orang yang dites sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Persebarannya juga tidak merata. Padahal, virus ini sudah ditemukan di hampir semua provinsi yang ada.

“Kita hanya bisa berharap agar pemerintah memperbaiki soal data ini. Data inilah yang kita harapkan menjadi dasar untuk menyusun peta penyebarannya. Peta ini dibutuhkan untuk menentukan langkah mengantisipasi dan menangani covid-19 secara baik,” harap Wakil Ketua MKD DPR ini.

Untuk itu, Saleh mendesak Kementerian Kesehatan memberikan semua data yang dibutuhkan ke Gugus Tugas dan BNPB. Saat ini semua harus dibuka kepada masyarakat. Dengan begitu, masyarakat akan berpartisipasi dan bergotong-royong dalam menghadapi situasi sulit yang kita hadapi saat ini.

 

Sumber: https://www.jpnn.com/

Related Posts