Berita

TKI Tidak Dijual

Jurnal Nasional | Selasa, 30 Oct 2012

PEMERINTAH Indonesia dan Malaysia sama-sama mengecam iklan selebaran (flyer), yang menghina tenaga kerja Indonesia. Iklan berbunyi "Indonesian Maid on Sale," itu terpampang di kawasan WNI – Cow Kit Road – Kuala Lumpur, Malaysia, yang biasa disebut 'Little Indonesia Area.' Iklan itu memberi kesan seolah-olah Pembantu Rumah Tangga (PRT) Indonesia, di negeri jiran, itu bisa diperjualbelikan. TKI tidak dijual.

Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Marty Natalegawa, menyampaikan kecaman atas iklan tersebut kepada Menlu Malaysia, Dato Sri Anifah Aman. Marty menegaskan, Kemenlu juga telah memanggil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato Syed Munshe Afdzaruddin Bin Syed Hassan, untuk dimintai penjelasan soal selebaran iklan kontroversial tersebut.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia juga telah mendatangi Kemenlu Malaysia di Putrajaya. "Saya sudah bicara dengan Menteri Luar Negeri Malaysia tadi pagi. Pemerintah Malaysia melalui Menlu juga mengecam iklan seperti ini," kata Marty kepada wartawan di Istana Negara, Senin (29/10).

Kemunculan selebaran iklan itu telah dilaporkan Marty kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Marty menjelaskan, iklan itu melanggar nota kesepahaman (memory of understanding) pengiriman TKI yang disepakati pemerintah Indonesia dan Malaysia.
Kemunculan iklan kontroversial itu, juga menandakan masih ada pihak yang mengirimkan TKI ilegal ke Malaysia. "Masih ada pihak tidak bertanggungjawab yang memfasilitasi adanya TKI, yang berada di Malaysia tanpa perlindungan MoU. Itu tentu sangat disayangkan. Karena tanpa MoU itu kemampuan untuk memberi perlindungan juga akan terpengaruh," ujar Marty.

Menurut Marty, morotarium pengiriman TKI ke Malaysia sudah dicabut sejak akhir 2011. Hingga saat ini baru 64 orang tenaga kerja yang secara resmi diberangkatkan ke Negeri Jiran. "Tetapi sekarang, tanpa atau dengan MoU, iklan itu sangat tidak dapat diterima. Dan dikecam, bukan hanya oleh kita semua bahkan oleh pemerintah Malaysia," tegas Marty.

Menlu Malaysia, Dato' Sri Anifah Hj Aman, pun 'gerah.' Ia menyatakan, kementeriannya memandang berat isu tentang iklan "jualan murah" pembantu rumah Indonesia itu. Dalam siaran pers yang diterima Jurnal Nasional, kemarin (Senin, 29/10), ia menyatakan, Malaysia mengecam tindakan pembuat iklan yang tidak bertanggung jawab itu. Terutama, karena iklan tak berijin, itu seolah-olah menggambarkan PRT Indonesia, bisa diperdagangkan seperti barang dagangan.

"Agensi yang membuat iklan berkenaan telah bercanggah dengan persetujuan yang dicapai oleh Malaysia dan Indonesia, seperti termaktub di dalam Protokol 2011," jelas Menlu Anifah. Maksudnya, iklan itu bertentangan dengan kesepakatan Malaysia – Indonesia, seperti diatur dalam "Protokol Meminda Memorandum Mengenai Pengambilan dan Penempatan Pembantu Rumah Tangga Indonesia ke Malaysia 2006."Protokol tentang kesepakatan kedua negara, itu ditanda-tangani di Bandung, 30 Mei 2011. Inilah landasan pemerintah Malaysia mempekerjakan kembali PRT Indonesia.

Dalam melaksanakan Protokol 2011, itu Malaysia – Indonesia sudah mewujudkan mekanisme yang disebut "Joint Task Force" – JTF, untuk membicarakan berbagai hal yang terkait dengan rekrutmen dan penempatan PRT Indonesia. Isu iklan PRT Indonesia, menurut Menlu Malaysia, bisa dibicarakan bersama oleh delegasi Indonesia – Malaysia, dalam JTF Meeting, November 2012 mendatang.

Duta Besar (Dubes) Malaysia untuk Indonesia, Dato Syed Munshe Afdzaruddin Bin Syed Hassan mengatakan pemerintahnya telah melakukan investigasi untuk mengungkap pemasang iklan yang menamakan dirinya Rubini."Tentu, Pemerintah Malaysia menindak lanjuti. Kita cari siapa Rubini ini. Siapa yang ada di belakang dia. Kita sedang lacak nomornya," kata Afdzaruddin saat ditemui Jurnal Nasional di kantornya, di gedung Kedubes Malaysia, Jalan HR Rasuna Said, Senin (29/10).

Menurut Afdzaruddin, iklan 'obral murah' TKI yang beredar di Jalan Chow Kit, Kuala Lumpur, itu merupakan iklan liar. Iklan yang mencantumkan nama agen penyaluran TKI bernama Rubini, ini dikeluarkan tanpa izin.

Ia mengibaratkan iklan penjualan jasa TKI kontroversial ini setara dengan selebaran iklan jasa peminjaman uang tanpa jaminan, yang ditempel sembarangan di tempat umum. Dubes Afdzaruddin menambahkan, agen-agen resmi penyalur TKI di Malaysia tidak pernah menggunakan iklan di media massa ataupun menyebarkan selebaran untuk promosi.

Mekanismenya, masyarakat Malaysia harus mendatangi langsung agen resmi dan mematuhi prosedur yang ditentukan untuk mendapatkan jasa TKI. "Untuk TKI, kami tidak ada iklan. Mereka melalui agen resmi, kontak agen langsung. Saya sendiri baru pertama melihat iklan seperti ini," katanya.

Afdzaruddin mengakui, pemerintahnya kesulitan melacak penyebar iklan "TKI on Sale" itu. Pasalnya, tiga nomor ponsel yang dicantumkan atas nama Rubini sudah tidak bisa dihubungi. Sementara flyer iklan tersebut tidak mencantumkan alamat email maupun alamat kantor. Padahal, apabila pemasang selebaran iklan tersebut tertangkap, jaringan agen TKI ilegal tanpa dokumen juga bisa ikut terungkap. "Kalau Rubini membawa pekerja ilegal, bisa dikenakan (pelanggaran) human traficking," tegas Afdzaruddin.

Dubes Malaysia menyesalkan tindakan Migrant Care yang tidak kooperatif dengan pemerintah Malaysia. Seharusnya, ujar Afdzaruddin, temuan iklan liar "penjualan TKI" langsung dilaporkan untuk segera diinvestigasi. Ia pun menegaskan, pemerintahannya terbuka dengan Migrant Care ataupun NGO lainnya dalam upaya memberikan perlindungan kepada tenaga kerja asal Indonesia.

Dato Syed Munshe Afdzaruddin berharap, kemunculan iklan "TKI on Sale" tidak memengaruhi keharmonisan di antara masyarakat Indonesia dan Malaysia. Ia juga berharap agar nota kesepahaman antara kedua negara terkait jasa TKI bisa dijalankan lebih efektif agar menutup celah untuk TKI ilegal. "Tujuan kita sama, Malaysia dan Indonesia ingin memberi perlindungan untuk TKI dan majikan agar tidak ada yang dirugikan," tandas Afdzaruddin.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengimbau semua pihak tidak bersikap reaktif atas iklan tersebut. "Jangan buru-buru menyimpulkan, apalagi mengambil tindakan. Kita harus tahu duduk persoalannya dulu," kata Muhaimin, Senin (29/10).

Menurut dia, pemasangan iklan flyer itu dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Menurut Muhaimin, pemasang iklan itu sengaja ingin
memunculkan isu untuk memprovokasi warga Indonesia. Menakertrans menjelaskan, otoritas Malaysia tengah menyelidiki kasus ini, termasuk mencari tahu siapa Rubini sebenarnya. "Tak ingin hubungan kedua negara retak, pemerintah Malaysia menjanjikan menyelidiki kasus ini secara tuntas," katanya.

Selain protes resmi pemerintahan, berbagai kalangan mengecam iklan TKI itu. Ketua Umum DPP Pemuda Muhammadiyah, Saleh P. Daulay mengimbau masyarakat Indonesia tidak perlu reaktif. "Sebelum memberikan pernyataan, sebaiknya meminta klarifikasi resmi terlebih dulu dari pemerintah Malaysia. Apalagi isu seperti ini, sangat sensitif," katanya.

Di banyak isu, kata Saleh, ternyata posisi pemerintah Indonesia dan Malaysia sama. "Sama-sama tidak setuju, menolak, dan mengecam. Tak terkecuali dalam kasus iklan ini."

Saleh menyatakan, diplomasi bilateral antara Indonesia – Malaysia sejauh ini terbina dengan baik. Karena itu, ia mengimbau, masyarakat memberikan
kepercayaan kepada Kemenlu RI untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. "Saya mengkhawatirkan, bila disikapi dengan tindakan-tindakan reaktif, justru semakin mempersulit kedua belah pihak, dalam mencari solusi atas masalah yang ada," pungkasnya.

Nova Riyanti Yusuf, Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan iklan tersebut merupakan pelecehan terhadap negara Republik Indonesia. "Pemerintah Malaysia harus menuntut pihak yang bertanggungjawab terhadap iklan tersebut," katanya. Selain itu, di dalam negeri, semua pihak diminta bekerja sama memperbaiki sistem yang ada agar hal ini tidak terulang.

"Pada masa sidang berikut (di DPR) akan dilakukan pembahasan RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN) di mana formasi pimpinan baru saja terbentuk. Saya berharap RUU PPILN dapat memperbaiki secara signifikan persoalan yang terdapat di dalam UU no. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI yang akan digantikannya," ujarnya.

Dia menambahkan, beberapa hal di dalam UU No. 39 yang harus menjadi perhatian adalah seluruh proses perekrutan, training dan penempatan hingga pemulangan TKI diserahkan kepada swasta. "Ke depan, Pemerintah harus mengambil alih peran tersebut. Selain itu juga harus diperketat syarat mengenai negara penempatan, di mana negara tersebut harus memiliki MoU dengan Pemerintah Indonesia. Dalam MoU tersebut, hak hak TKI harus diutamakan dan jelas tertulis di dalam kontrak kerja," jelasnya.

Seorang pengusaha Malaysia juga menilai iklan tersebut menyesatkan. Sangat tidak mungkin, ketika jumlah pembantu rumah tangga (PRT) dari Indonesia sulit diperoleh, berlaku ongkos yang murah atas mereka. "Jasa yang ditawarkan oleh iklan haram dalam flyer, itu pasti bohong," ungkap Aishah, pengusaha Malaysia, itu.
Seperti pernah diungkap mantan Menteri Penerangan dan Komunikasi Malaysia, Tan Sri Zainuddin Maidin, PRT Indonesia mempunyai arti penting bagi keluarga Malaysia. Itu sebabnya, banyak keluarga Malaysia, khasnya etnis Melayu, sangat risau, setiap kali ada PRT Indonesia yang akan pulang kampung.

Melati HE/N. Syamsuddin Ch. Haesy/ Julkifli Marbun/Andhika TS/Suriyanto

Sumber: Jurnal Nasional

Related Posts