Berita

UIN Makassar Buang Ribuan Skripsi, Komisi VIII DPR: Aneh dan Janggal

UIN Alauddin Makassar membuang dan memusnahkan ribuan karya ilmiah berupa skripsi, tesis, dan disertasi yang tersimpan di perpustakaan. Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay merasa aksi pembuangan dan pemusnahan itu janggal dan aneh.

"Tidak semestinya pihak perpustakaan UIN Alauddin memusnahkan karya-karya akademik seperti itu. Ada beberapa hal yang membuat tindakan itu dinilai aneh dan janggal," kata Saleh kepada wartawan, Kamis (3/3/2016).

Saleh menyebut sejumlah poin yang membuat aksi pembuangan dan pemusnahan itu janggal dan aneh. Pertama, karya-karya ilmiah seperti itu adalah salah satu kekayaan intelektual yang dimiliki perguruan tinggi. Karena itu, setiap orang sudah semestinya menghargai dan menghornati setiap karya akademik yang lahir dari perguruan-perguruan tinggi.

Kedua, karya ilmiah dan akademik seperti itu dinilai telah diuji dan dianggap memenuhi standar kelulusan penulisnya. Karena itu, seluruh proses penelitian, ujian, dan pertanggungjawaban karya tersebut telah selesai. Kalau dimusnahkan, tentu proses kelahiran karya itu seakan tidak dihargai sebagaimana mestinya.

Ketiga, pengiriman satu berkas salinan karya tersebut ke perpustakaan adalah atas permintaan pihak perpustakaan dan kampus. Hampir semua perguruan tinggi mempersyaratkan tersebut sebagai kelengkapan kelulusan. Bahkan, sering sekali ijazah seseorang tidak dikeluarkan jika tidak mengirimkan salinan karya tulisnya. Tentu akan sangat aneh, jika persyaratan yang sedikit dipaksakan itu harus dibakar.

"Mengapa sejak awal  membuat peraturan mewajibkan mahasiswa untuk mengirimkan salinan karyanya ke perpustakaan. Kalau memang tidak dihargai dan dibakar, tentu tidak perlu dikirimkan hard copy nya ke perpustakaan. Kalau memang mau disimpan dalam bentuk digital, tentu itu akan lebih mudah dan murah," ulas politikus PAN ini.

Keempat, Saleh melanjutkan, pencetakan dan pembuatan karya ilmiah tentu menghabiskan biaya. Karena itu, kalau karya itu untuk dibakar, tentu sangat bertentangan nilai-nilai kepatutan.

Kelima, kalau masalahnya adalah kekurangan ruang, tentu solusinya tidaklah hanya melulu membakar. Bisa saja, kekurangan itu dilaporkan ke Dirjen Pendis Kemenag RI. Dengan begitu, Dirjen Pendis dapat memikirkan agar ada penambahan ruangan di kampus tersebut.

"Berkenaan dengan itu, Dirjen Pendis Kementerian Agama didesak untuk mengecek kebenaran berita tersebut. Selain itu, Dirjen Pendis juga dituntut untuk mencari solusi agar pembakaran karya-karya akademik di kampus UIN Alauddin bisa dihentikan," pungkas Wakil Rakyat dari daerah pemilihan Sumut II ini.

UIN Alauddin sendiri menilai pembuangan skripsi, tesis, dan disertasi, merupakan langkah prosedural. Mereka telah meng-online-kan materi karya ilmiah tersebut. Selain itu, mereka berralasan tempat penyimpanan tidak layak lagi. (tor/try/detik.com)

Related Posts