Berita

Guru Agama Asing Berhak Perpanjang Masa Kerja

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai guru-guru agama asing yang sedang bekerja di Indonesia tidak boleh serta-merta dipulangkan ke negara asalnya. Sebab, mereka berhak memperpanjang masa kerja di Indonesia.

Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, para guru dan dosen agama asing tersebut masih berpeluang meneruskan aktivitasnya dalam menyebarkan ilmu agama yang rahmatan lil 'alamin di Indonesia. 

“Itu tidak adil juga, memulangkan pengajar agama asing begitu saja. Ikutkan saja mereka untuk daftar rekomendasi dari Kemenag (Kementerian Agama),” ujar Saleh Partaonan Daulay, Selasa (13/1).

Saleh menyarankan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) tidak mengait-ngaitkan guru agama asing dengan radikalisme. DPR pun minta agar Kemenaker lebih fokus mengurus hal-hal yang sejalan benar dengan tugas pokok dan fungsi ketenagakerjaan.

“Yang mengurus begitu tidak usahlah Kemenaker. Biar saja Ditjen Imigrasi atau BIN (Badan Intelijen Negara). Ini program Kemenaker tapi ikut membuat sibuk kementerian lain,” kata Saleh mengingatkan.

Menurut Saleh, Ditjen Imigrasi atau BIN tentunya  sudah melakukan filter dan pendataan cermat agar orang asing yang berbahaya tidak masuk ke Tanah Air.

Saleh menilai dengan adanya larangan tersebut, Kemenaker justru memperbanyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi ketenagakerjaan.

Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga berpendapat kebijakan tersebut tebang pilih. Menurutnya, Kemenaker harus juga memperhatikan guru asing selain pengajar agama, seperti guru bahasa asing atau guru ilmu umum. 

Sebab, kata dia, mereka juga berpeluang menyebarkan paham radikalisme di Tanah Air. “Kalau mau, ya, semua guru. Tentu tidak adil bila kebijakan (Kemenaker) itu hanya diterapkan kepada guru agama (asing),” kata Saleh.

Direktur Penempatan TKA Kemenaker Herry Sudarmanto sebelumnya mengatakan, bila nanti revisi Permenaker Nomor 40 Tahun 2012 diimplentasikan, izin pengajar agama asing yang kini ada di Indonesia tidak akan diperpanjang. 

Kemudian, begitu masa kerja para TKA pengajar agama itu selesai, mereka akan segera dipulangkan ke negara asalnya masing-masing. Adapun, kata Herry, pemerintah tidak perlu melakukan sweeping TKA pengajar agama bila aturan ini diterapkan.

Sementara itu, tokoh Islam dari Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Dr Hamid Fahmi Zarkasyi, menilai dampak revisi Permenaker Nomor 40 Tahun 2012 tentang pelarangan guru agama dan dosen teologi asing patut dipertanyakan keadilannya bagi masyarakat Indonesia, terutama kaum Muslim. Sebab, kata Hamid, radikalisme yang dimaksud Kemenaker hanya yang mengatasnamakan agama.

Sehingga, tampak Kemenaker mudah terbawa arus wacana dari luar, khususnya Barat, yang kini sedang dirundung isu kekerasan atas nama agama.

“Kalau pemerintah hanya melarang guru agama, terutama yang dari Timur Tengah, maka pemerintah sudah terhegemoni oleh kepentingan Barat. Itu poin saya,” kata Hamid.

Lebih jauh, Hamid Zarkasyi menjelaskan, hegemoni Barat telah mengidentikkan radikalisme tidak lebih sebagai paham kekerasan atas nama agama. Sehingga, yang kerap tersudut selalu umat beragama.

Adapun paham lainnya yang menimbulkan kekhawatiran bagi umat diabaikan, misalnya paham orientalisme, liberalisme, sekularisme, atau bahkan ateisme.

Padahal, menurut Hamid, para pekerja asing yang berafiliasi dengan paham-paham tersebut juga pantas dicegah agar tidak masuk ke Indonesia.

“Makanya, kalau Kemenaker juga melarang orang-orang (pekerja asing) orientalis, sekuler, dan liberal masuk ke Indonesia, saya salut. Itu berarti menjaga NKRI,” ujar Hamid mengingatkan.**

Sumber: Republika Online

Related Posts