Menhub Ad Interim Luhut Binsar Panjaitan membuat kebijakan berkenaan dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Yakni Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 yang mengatur Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19, yang diteken Luhut pada 9 April 2020.
Akan tetapi, kebijakan itu dinilai bakal membuat penerapan PSBB jadi tidak efektif.
Pasalnya, Permenhub itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang keluar lebih dulu pada 7 April 2020.
Akan tetapi, kebijakan itu dinilai bakal membuat penerapan PSBB jadi tidak efektif.
Pasalnya, Permenhub itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang keluar lebih dulu pada 7 April 2020.
Demikian disampaikan anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, di Jakarta, Minggu (12/4/2020).
“PSBB ini juga akan semakin sulit jika aturan yang mengiringinya itu tidak tegas. Terutama kita lihat adanya perbedaan aturan yang terdapat di dalam Permenkes dan aturan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan,” kata Saleh.
Dalam Permenkes, ojek online dilarang membawa penumpang. Sementara Permenhub malah diberpolehkan.
Keberadaan dua aturan berbeda ini menurutnya akan menyulitkan masyarakat untuk menaatinya. Saat tidak mentaati Permenkes, maka tidak bisa dianggap melanggar.
Sebab, ada payung hukum lain, yakni Permenhub yang membolehkannya.
“Ya tetap saja kalau orang mau bawa penumpang dengan ojek online tidak masalah. Karena ada aturan yang melindunginya, yaitu Permenhub itu,” jelas Saleh.
Wakil Ketua Fraksi PAN DPR ini mengatakan, paham betul kenapa bisa muncul dua aturan bertentangan ini.
Legilator asal SUmatera Utara ini memandang, pemerintah juga tidak bisa melarang tegas pengemudi ojol beroperasi.
“Karena memang, segmentasi orang yang bekerja di bidang itu luar biasa besar. Kalau dilarang ada berapa banyak orang yang terdampak.
Maka dari itu pemerintah barangkali ya tetap saja memberikan ruang untuk mereka bisa bekerja di situ,” ujar Saleh.
Kondisinya menurut dia akan berbeda jika dalam penerapan Permenkes tentang PSBB, pemerintah memberikan konpensasi.
Namun bila tidak ada kompensasi bagi masyarakat yang terdampak akibat pemberlakuan PSBB, itu akan sulit pelaksanaannya.
Dalam konteks itu, Saleh melihat ada ketidaktegasan dari pemrintah dalam mengaturnya.
Sehingga, satu aturan mengatakan tidak boleh, sedangkan aturan lainnya membolehkan. Hal tersebut merupakan bentuk ketidaktegasan dari pemerintah.
“Jadi ini menurut saya adalah turunan daripada konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan akibat penerapan status PSBB,” tandas mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Sumber: https://www.law-justice.co