Berita

SPD: Kritik Denny JA tentang Sidang Isbat Perlu Direnungkan

Jum'at, 09 Agustus 2013 , 19:05:00 WIB

Jakarta, Pernyataan Denny JA yang mengatakan bahwa sidang isbat mempertontonkan kebodohan muslim Indonesia di mata dunia perlu diperhatikan dan dijadikan renungan. Sebagai pengamat sosial politik, pernyataan itu dianggap didorong oleh pandangan objektif. Tidak mungkin pandangan itu disampaikan atas dasar pesanan ormas atau kelompok-kelompok tertentu.

"Saya kira Denny JA tidak memiliki kepentingan apa pun menyangkut sidang itsbat. Bisa saja, pernyataan itu beranjak dari kegelisahannya selama ini," ujar Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah dalam perbincangan beberapa saat lalu (Jumat malam, 9/8).

Selain itu, pandangan Denny itu dinilai juga bisa jadi beranjak dari rasa nasionalisme. Kemungkinan besar, Denny JA merasa kasihan dan iba melihat cara umat Islam menetapkan puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Sebagai orang Indonesia, Denny JA merasa terpanggil untuk angkat bicara walaupun bidang kajiannya selama ini bukan agama dan astronomi.

Lagi pula, penetapan awal puasa dan idul fitri bukanlah sesuatu yang harus ditetapkan secara demokratis dalam sidang itsbat. Walaupun dihadiri dan disepakati oleh seluruh ormas, bukan berarti keputusan itu harus diikuti oleh seluruh warga negara yang beragama Islam.

Pun tidak ada undang-undang atau aturan hukum yang mengharuskan warga negara mengikuti hasil sidang itsbat itu. Kalaupun undang-undang dan aturannya dibuat, dipastikan akan kontraproduktif karena tidak semua warga negara bisa mengikutinya.

"Penetapan awal Ramadan dan idul fitri adalah bagian dari keyakinan.  Negara tidak bisa mencampuri keyakinan warga negara," ujar Saleh lagi.

Walaupun ada pernyataan bahwa sidang itsbat tidak memiliki muatan politik apa pun, tetapi tetap saja sinyalemen ke arah itu ada. Pasalnya, satu-satunya negara di dunia yang menetapkan 1 Ramadan dan 1 Syawal melalui sidang itsbat hanya Indonesia. Kalau bukan bermotif politik, lalu apa yang melatarbelakanginya?

"Katanya untuk kebersamaan. Kalau untuk kebersamaan, lalu mengapa pendapat sebagian diterima sebagian lain ditolak? Jangan-jangan, sidang itsbat itu sendirilah sumber ketidakbersamaan itu. Kalau semua orang dibiarkan melaksanakan agama sesuai keyakinannya, dipastikan kebersamaan tetap terjalin. Buktinya, umat Islam dan umat beragama lain bisa rukun walaupun ada perbedaan teologis yang mustahil disatukan," demikian Saleh

sumber : rmol

Related Posts