Berita

Pemuda Muhammadiyah klaim penunjukan Patrialis sesuai prosedur

Kamis,  1 Agustus 2013  −  09:02 WIB

Sindonews.com – Pemuda Muhammadiyah menilai, penunjukan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi sudah tepat. Pasalnya, penunjukan itu sudah sesuai dengan kewenangan presiden dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Karena itu, perdebatan tentang legalitas penunjukan itu sangat tidak produktif dalam peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia.

"Meskipun ditunjuk oleh presiden, Patrialis dipastikan akan tetap independen. Bukankah jatah pemerintah di MK itu ada tiga orang? Mengapa yang diragukan hanya Patrialis? Dua orang perwakilan pemerintah yang lain kok tidak diragukan?" kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay, lewat rilisnya kepada Sindonews, Kamis (1/8/2013).

Selain itu, menurutnya, tuduhan tidak indepen itu bisa dilemahkan karena adanya delapan orang Hakim Konstitusi lain. Dari ke delapan orang itu, ada enam orang yang bukan perwakilan pemerintah, tiga orang berasal dari DPR, dan tiga orang berasal dari MA.

"Andaikata ada indikasi tidak independen, tentu kedelapan, atau paling tidak enam orang, hakim konstitusi lain tidak mungkin membiarkan. Karena itu, argumen ini dinilai sangat mengada-ada," ucapnya.

Soal raport merah, menurut Saleh, itu juga tidak tepat dijadikan sebagai alasan. Sebab, raport merah itu sendiri yang menilai presiden. Karena presiden yang menilai, berarti presiden sendiri menyatakan Patrialis sangat mumpuni dan memiliki kapasitas yang diperlukan.

"Buktinya, Patrialis dipercaya untuk duduk sebagai hakim konstitusi mewakili pemerintah. Kalau betul dinilai gagal, tidak mungkin presiden menunjuk patrialis lagi. Masih banyak orang lain yang juga sudah pasti ada dalam pertimbangan presiden. Coba bandingkan kinerja Patrialis dengan menteri yang sekarang. Kalau mau jujur, Patrialis masih berada di atas rata-rata," ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, justru yang perlu dipertanyakan adalah motivasi lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menolak penunjukan Patrialis. Jangan sampai ada dugaan bahwa penolakan itu yang justru dipesan orang lain.

"Kepentingan siapa yang berada di belakang penolakan itu. Penelusuran terhadap hal tersebut sama pentingnya dengan penelusuran terhadap rekam jejak Patrialis. Kalau hak presiden yang dilindungi UU digugat, pertanyaannya siapa sesungguhnya yang melanggar UU? Bukankah menggugat sesuatu yang legal juga tidak demokratis?" tandasnya.

Sumber: sindonews.com

Related Posts