Fikrah

Memahami Esensi Islam

Bagi orang yang baru pertama berkenalan dengan Islam, sering sekali muncul pertanyaan-pertanyaan awam. Pertanyaan-pertanyaan awam itu misalnya, "Apakah Islam itu sesungguhnya?", "Apakah dia agama, sistem keyakinan, atau dogma?", "Apakah Islam itu sistem politik, sistem ekonomi, atau hanya sekedar filsafat hidup?". Pertanyaan ini kemudian akan mengerucut lagi dengan pertanyaan, "Bagaimana seseorang bisa menempuh jalan Islam?" dan "Apa sesungguhnya yang akan diraih dengan menjadi orang Islam?".

Untuk mengetahui esensi Islam yang sesungguhnya, ada dua fenomena utama yang harus dipahami, yaitu Muhammad SAW sebagai utusan Allah dan Al-Quran sebagai wahyu Allah. Fakta historis menyampaikan kepada kita bahwa pada awal abad ke-7 yang lalu, ada seseorang yang bernama Muhammad mendeklarasikan dirinya sebagai nabi dan mengajak manusia untuk menuju keselamatan, yaitu din al-Islam. Ekspresi verbal yang keluar dari lisannya mengalir secara genuine dari suatu kesadaran khusus (specific consciousness). Kesadaran itu bermuara pada pemaknaan yang cukup dalam terhadap Al-Qur'an. Di sinilah letak kontekstualisasi Surat Al-Najm (3-4) yang berbunyi, "Ucapan (Muhammad) itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)".

Oleh karena itu, bila ada seseorang yang bertanya kepada kita, "Apakah Islam itu?" Maka semua orang (baik Muslim atau non-Muslim, monotheis atau atheis, atau siapa saja), selalu merujuk jawaban pertanyaan ini kepada Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur'an. Orang Islam sendiri tidak akan merujuk pada Islam tradisionalis, ortodoks, fundamentalis, radikal, reformis, liberal, pluralis, ataupun moderat. Semuanya pasti akan menyatakan bahwa rujukan Islam adalah Muhammad dan Al-Qur'an. Sementara berbagai varian aliran, mazhab, gerakan, dan organisasi adalah penafsiran terhadap kedua rujukan utama itu.

Dengan demikian, esensi Islam dapat disimpulkan melalui premis-premis berikut:
1) Tanpa memandang Islam mau dijadikan sebagai apa oleh seseorang, esensi Islam itu selalu didasarkan pada Nabi Muhammad yang membawa seperangkat visi dan pesan.  Melalui suatu kesadaran akan kebenarannya, visi dan pesan itu kemudian dipraktikkan dan dibumikan sehingga tersebar ke seluruh penjuru dunia.
2) Nilai kebenaran dari visi dan pesan Islam merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan antara ajaran Muhammad di satu pihak dengan Al-Qur'an di pihak yang lain.
3) Karena itu, apa yang diatributkan kepada Islam hanya bernilai benar jika direfleksikan dan digali dari ajaran luhur Nabi Muhammad dan pesan-pesan mulia yang termaktub dalam Al-Qur'an.

Banyak orang yang berpendapat bahwa esensi Islam itu hanya terletak pada tawhid (pengesaaan Allah). Padahal, tawhid hanyalah salah satu bagian dari kesempurnaan iman. Orang yang hanya memiliki tawhid tetapi tidak mengimani Muhammad dan Al-Qur'an, maka tawhid-nya menjadi tidak bermakna. Orang-orang seperti ini tidak jauh berbeda dengan para penganut agama di luar Islam.

Persoalan tawhid bukanlah hal baru bagi agama-agama samawi lain (Yahudi dan Kristen). Kedua agama ini juga mengklaim beriman kepada Allah, Tuhan yang sama seperti yang diimani oleh orang-orang Islam. Pada level ini, iman Yahudi dan Kristiani tidak berbeda dengan Islam. Sama-sama percaya kepada Tuhan yang sama, meskipun diekspresikan dengan nama yang berbeda. Selain itu, mereka juga percaya pada malaikat, kitab-kitab Allah yang lain, nabi-nabi sebelum nabi mereka, dan juga pada semua ketentuan Allah berupa qadha dan qadar.

Lalu dimana perbedaan esensial antara kedua agama samawi itu dengan Islam? Letaknya adalah pada pada keimanan kepada Nabi Muhammad dan kitab Al-Quran yang diturunkan kepadanya. Diyakini bahwa Muhammad dan Al-Quran diturunkan sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya. Dengan diangkatnya Muhammad sebagai nabi dan diturunkannya Al-Quran sebagai kitab terakhir, otomatis syariat-syariat agama samawi yang datang sebelumnya menjadi terhapus. Dengan demikian, sekali lagi, pada dimensi iman dan keyakinan, yang membedakan antara Islam dengan agama samawi lain adalah kerasulan Muhammad dan kitab suci Al-Quran yang diwahyukan kepadanya.

Dengan kata lain, kerasulan Muhammad beserta Al-Quran yang diturunkan kepadanya membawa konsekuensi lahirnya syariat baru yang kemudian dikenal dengan syariat Islam. Syariat Islam adalah jalan hidup yang harus diikuti oleh seseorang yang mengaku sebagai seorang muslim yang beriman. Contoh teladan yang diajarkan Muhammad dan ajaran-ajaran mulia Al-Quran haruslah dipraktikkan dalam setiap dimensi kehidupan. Tidak ada satu ruang kosong pun dalam kehidupan seorang Muslim yang luput dari tuntunan syariat Islam. Wallahu'alam.

Ditulis dan direfleksikan oleh Saleh Daulay

Related Posts