Fikrah

Mengenang Widjajono Partowidagdo: Otentik dan Sederhana

Indonesia kembali kehilangan salah seorang putra terbaiknya. Setelah pendekar hukum, Bismar Siregar meninggal (19/4), kali ini adalah pendekar energy, Widjojono Partowidagdo. Kehadiran Widjajono di pentas media nasional relatif masih baru. Namun, hampir semua orang mengakui bahwa kehadirannya tetap membawa pesona tersendiri.

Berambut gondrong, berpakaian sederhana, dan tutur kata yang lugas tetapi tegas adalah ciri utama dalam setiap penampilannya. Dia tampil secara otentik dan bersahaja menyampaikan pokok-pokok pikirannya. Meski posisi yang diambil tidaklah populis (karena membela kenaikan harga BBM), tetapi dia tetap saja percaya diri untuk meyakinkan masyarakat tentang pentingnya reformasi pengelolaan energi di negeri ini.

Tidak mengherankan, di saat banyak pejabat yang ‘tiarap’ dan tidak mau buka mulut tentang masalah BBM, Widjajono justru berdiri di barisan terdepan untuk mewakili mereka yang sedang puasa bicara itu. Sebagai seorang professor tentu dia sadar betul resiko yang akan terjadi. Dia siap untuk tidak populer, siap menerima ejekan, dan siap pula dikatakan tidak peduli pada penderitaan rakyat kecil.

Meski  mengambil posisi yang tidak populis, ternyata banyak juga orang yang terpikat. Sesaat setelah mendapat berita musibah yang menimpanya, banyak ungkapan belasungkawa yang muncul di jejaring sosial seperti twitter, facebook, blackberry messenger, mailing list, dan lain-lain. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan pun hampir sama, yaitu merasa berduka dan cukup kehilangan atas kepergiannya.

Pertanyaannya adalah mengapa orang merindukan pejabat seperti Widjajono? Jawabannya, menurut saya, adalah karena ia hadir secara otentik dan sederhana. Ketika membela kebijakan pemerintah soal BBM, dia menyampaikan fakta-fakta apa adanya. Argumen-argumen yang disampaikan juga rasional. Tidak terkesan sedikit pun bahwa dia sedang mengambil simpati dari atasannya. Bahkan, dia kerap juga mengeritik kebijakan pemerintah yang selama ini dinilainya salah dan perlu segera diperbaiki. Penampilan seperti ini sekaligus mengisyaratkan bahwa dia tidak pernah takut untuk dicopot dari jabatannya. Banyak orang meyakini bahwa dia juga tidak membawa kepentingan politik apa pun dibalik pernyataan-pernyataannya.

Menurut saya, mereka yang mengikuti wacana dan argumen dibalik kenaikan BBM tidak akan menyalahkan Widjajono. Penolakan terhadap kenaikan BBM diyakini tidak diikuti penolakan terhadap Widjajono. Sebaliknya, banyak kalangan yang menaruh simpati dan hormat kepadanya.

Ini adalah potret pejabat yang dirindukan. Hadir tanpa basa-basi. Tampil independen dan percaya diri. Bertindak atas dasar pengetahuan dan keyakinan. Tidak pernah surut walau selangkah untuk membela keyakinannya. Meski dia mengakui bahwa kebijakan yang dipilih memberatkan rakyat, tetapi tidak pernah terbetik sedikit pun untuk membebani apalagi menyakiti mereka. Selamat jalan Professor, semoga otensitas dan kesederhanaanmu menjadi inspirasi bagi para pengambil kebijakan di negeri ini.

Related Posts