Fikrah

Puasa dan Pengendalian Diri

PUASA adalah ibadah yang memiliki dimensi spritual yang sangat tinggi. Ibadah puasa tidak hanya dimaksudkan agar mereka yang melakukannya dapat merasakan penderitaan orang-orang yang membutuhkan (people in need), tetapi lebih dari itu puasa juga dimaksudkan sebagai latihan spritual (madrasah ruhaniyyah).
 

Orang-orang yang berpuasa secara benar diyakini akan menjadi manusia-manusia yang memiliki jiwa spritual yang luhur. Itulah sebabnya mengapa Allah menyatakan bahwa ibadah puasa itu untuk-Nya dan dialah yang akan membalasnya sebagaimana termaktub dalam hadits qudsi berikut: "Setiap amalan baik anak Adam adalah untuk dirinya melainkan puasa; ia adalah untukKu dan Akulah yang akan membalasnya."

"Puasa itu adalah perisai. Sekiranya seseorang itu sedang berpuasa janganlah ia berkata keji dan berteriak. Jika ada yang mencaci atau melaknatinya, maka hendaklah dia berkata kepadanya, 'Aku sedang berpuasa.' Demi Dia yang diri Muhammad berada dalam kuasa-Nya, bau mulut seorang yang sedang berpuasa adalah lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi. Bagi seseorang yang sedang berpuasa itu dua keriangan yang ia bergembira dengannya: ketika dia berbuka puasa, ia akan bergembira dan ketika dia bertemu Tuhannya, dia akan bergembira dengan puasanya."  (Hadist disepakati oleh Bukhari dan Muslim).

Selain menerangkan betapa tingginya nilai ibadah puasa dalam pandangan Allah, hadits ini juga secara eksplisit menerangkan manfaat puasa sebagai perisai dan benteng spiritual bagi orang yang melaksanakannya. Dalam berpuasa, orang tidak hanya dituntut untuk menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa, namun orang yang berpuasa dituntut juga untuk mempuasakan mulut, telinga, mata, tangan, kaki, dan bahkan hati.

Orang yang berpuasa harus mampu menjaga agar semua pembicaraannya benar, mendengar dan melihat hal-hal yang baik, mempergunakan tangan dan kakinya untuk berbuat amal kebajikan, dan mempuasakan hatinya dari hal-hal yang melalaikannya dari mengingat Allah.

Konsistensi pelaksanaan ibadah puasa seperti ini diyakini akan mampu mengendalikan hawa nafsu manusia agar tidak mengingkari perintah-perintah Allah. Puasa yang baik akan dapat melatih manusia yang mampu mengendalikan dirinya. Pada akhirnya, pengendalian diri itu dapat meningkatkan derajatnya menjadi manusia bertakwa. Para ulama menyepakati bahwa hanya jiwa yang terkendalilah (nafs al-muthmainnah) yang mendapat panggilan masuk sorga sebagaimana disebutkan secara eksplisit dalam surat Al-Fajr:27-30 yang berbunyi: "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhamu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku".

Semoga melalui ibadah puasa ini kita dapat menjadi manusia-manusia yang memiliki jiwa-jiwa yang terkendali dalam rangka menjalankan misi pengabdian kita kepada Allah.

Sumber: http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=35981

Related Posts