Fikrah

TAUSHIYAH RAMADHAN

Mengapa 'Berburu' Lailatul Qadar?

SEMUA orang menyadari bahwa hidup di dunia ini sangatlah singkat dan terbatas. Usia rata-rata manusia normal adalah antara 70-85 tahun. Sementara itu, seseorang dianggap mukallaf (mampu menerima beban syariat) adalah setelah dia dewasa, kurang lebih pada usia 15 tahun. Artinya, bila seseorang memiliki usia 85 tahun, maka usia produktifnya untuk melaksanakan ibadah adalah 60 tahun.

Namun perlu dicatat bahwa waktu 60 tahun itu tidak mungkin semuanya digunakan untuk ibadah. Menurut keterangan dokter, sepertiga dari waktu manusia haruslah dipergunakan untuk tidur (8 jam setiap hari). Dengan demikian, bila waktu produktif ibadah seseorang adalah 60 tahun, maka ia menggunakan kurang lebih 20 tahun untuk tidur. Oleh karenanya, dari 85 tahun umur yang dianugerahkan Allah, hanya 40 tahun yang bisa maksimal digunakan untuk ibadah kepada Allah.

Dari hitungan matematis tersebut, pertanyaannya adalah pantaskah seseorang meraih surga bila waktu hidupnya tidak maksimal digunakan untuk ibadah? Bila kalkulasi kuantitatif yang digunakan, tentu jawabannya adalah tidak. Apalagi, kebanyakan orang menggunakan waktu produktifnya lebih banyak untuk mencari kehidupan dunia dan sering sekali melalaikan urusan akhirat.

Untuk menggenapi kekurangan ibadah dalam kalkulasi matematis tersebut, seorang muslim yang baik sudah sepatutnya melakukan dua langkah. Pertama, meneguhkan niat secara konsisten bahwa hari-hari yang dilaluinya adalah semua untuk ibadah kepada Allah.

Artinya, dia harus meniatkan bahwa segala aktivitasnya, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi dan bahkan tidur itu sendiri adalah untuk ibadah kepada Allah. Inilah makna terdalam dari firman Allah yang berbunyi: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk mengabdi kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Konsekuensi niat ibadah seperti ini adalah munculnya penyerahan diri total (total submission) kepada Allah SWT. Hal ini sekaligus melatih kesadaran manusia bahwa dibalik ke-fana-an duniawi, ada keabadian ukhrawi.

Kedua, berupaya secara maksimal untuk meraih dan beribadah pada malam lailatul qadar. Berdasarkan penjelasan Al Qur'an, ibadah pada malam lailatul qadar kualitasnya sama dengan ibadah seribu bulan (kurang lebih 83 tahun). Artinya, bila seseorang berhasil satu kali saja dalam hidupnya memanfaatkan lailatul qadar untuk beribadah kepada Allah, maka ia sama saja telah berhasil memanfaatkan seluruh usianya untuk ibadah kepada Allah.

Perhitungan kualitatif semacam inilah yang menyebabkan mengapa banyak ulama terdahulu memotivasi para pengikutnya untuk 'berburu' lailatul qadar. Harapannya adalah agar setiap Ramadan yang dilalui dapat dimanfaatkan dalam rangka melipatgandakan kualitas ibadah kepada Allah. Meskipun ibadah, menurut Rabi'atul 'Adawiyyah, bukanlah ditujukan untuk meraih tiket ke surga, namun yang pasti ibadah dapat dipergunakan sebagai pelindung agar tidak masuk neraka.

Oleh karena itu, sangatlah bijaksana bila kita memanfaatkan lailatul qadar sebagai perisai diri dari neraka. Wallahu'alam bi al-showab.

Penulis adalah alumni Colorado State University, AS.

Sumber: http://www.rmol.co/read/2011/08/22/37211/Mengapa-Berburu-Lailatul-Qadar-
 

Related Posts