Fikrah

Tidak Perlu Menyoal Keadilan Tuhan

Kemarin, ada mahasiswa saya bertanya, "Pak, mengapa sih jalan hidup dan nasib orang berbeda-beda . Kok rasanya Tuhan tidak adil ya? Ada yg hidupnya susah, tapi kok yang lain bahagia? Ada yang semua urusannya mudah, yang lain kok urusannya susah? Ada yang mudah menerima hidayah, yang lain kok susah? Dan banyak lagi. Di mana letak keadilan Tuhan?"

Kelihatannya, mahasiswa saya ini sedang "galau". Ada sesuatu yang berkecamuk di hatinya. Kalau salah jawab soal keadilan Tuhan bisa-bisa berujung pada sikap fatalisme (mudah menyerah dan selalu pasrah). Walau sederhana, menjawab pertanyaan ini mesti hati-hati.

Lalu saya jawab. Letak keadilan Tuhan tidak semuanya bisa diungkap dengan kata dan realitas empiris (kenyataan yang dapat dirasakan). Tetapi keadilan Tuhan ada juga yang sengaja disimpan-Nya dan tidak perlu diungkapkan sebagai suatu realitas metafisis (sesuatu yang berada di luar jangkauan indra manusia). Justru karena disimpan itu, Allah menjadi adil.

Katakanlah, misalnya, ada seseorang yang hidupnya susah. Walau sudah bekerja keras, namun Allah belum juga merubah nasibnya. Segala jalan telah ditempuh, namun tidak ada perubahan. Apakah Tuhan tidak adil? Karena banyak orang lain yang kadang hanya duduk-duduk di hotel dan restoran mewah bisa mendapatkan kontrak besar yang bisa menambah pundi-pundi kekayaannya.

Tentu Tuhan tetap adil. Ada rahasia yang hanya dia yang tahu hikmahnya. Kalau mau mereka-reka, bisa saja hikmah itu ditafsirkan. Misalnya, andaikata dia diberi kemudahan dan dinaikkan derajatnya menjadi orang kaya, jangan-jangan orang ini bisa menjadi kufur. Bisa saja kekayaannya menyebabkan dia lupa pada Tuhan. Dengan kekayaannya justru dia berpotensi menjadi hamba durhaka yang tidak mau melaksanakan perintah Allah. Malah sebaliknya, kekayaannya dipergunakan untuk berbuat maksiat dan membuat keonaran.

Lihatlah, ada banyak orang kaya yang justru tidak bahagia. Hidup di kondomium mewah, tetapi hatinya kosong. Setiap hari hidupnya susah dan gelisah. Tidak ada harapan.

Sebaliknya, ada orang yang hidupnya relatif susah, tapi bahagia. Dia punya waktu banyak untuk ibadah. Ibadah membuat dia bahagia. Kedekatannya dengan sang maha pencipta membuat hidup terasa indah dan bermakna. Harapan selalu ada, terutama harapan akan adanya kebahagiaan di akhirat.

Ini sama dengan cerita Tsa'labah, sahabat nabi yang didoakan menjadi kaya oleh nabi. Tetapi ketika dia sudah kaya, malah lupa bersyukur. Lalu Allah Swt menarik kembali kekayaannya.

Karena itu, kata saya pada mahasiswa tadi, keadilan Tuhan tidak selalu harus dipertanyakan. Percayalah bahwa Tuhan punya rencana di balik semua peristiwa yang terjadi pada hamba-Nya. Kita harus yakin bahwa Allah selalu cinta dan kasih pada seluruh hamba-Nya. Jangankan pada manusia, hewan dan tumbuhan pun tidak pernah luput dari anugerah dan kasih sayang-Nya.

Terakhir, saya bilang, janganlah pernah bersedih tentang apa yang pernah dialami. Tetapi bangkitlah karena sesungguhnya hari esok dipastikan akan lebih baik. Allah berfirman, walal akhiratu khoirul laka minal ula (hari esok (akhirat) pasti akan lebih baik dari hari sebelumnya). Hiasilah hari dengan hal-hal yang bermanfaat baik untuk diri sendiri, keluarga, dan juga teman, atau bahkan bagi semua orang. Wallahua'lam.**

Related Posts